RSS

Cuma Sekdar Tulisan

"Mbak, saya pesan kopi, pisahkan pahitnya ya", pintaku pada pelayan ini. "Hidup, tak boleh memilih rasa nyeri", jawabnya, menjauh pergi

"Baiklah, satu cangkir saja, kopi tanpa gula, agar pahitnya membuat luka makin dewasa", jawabku, sambil menatap daftar menu

"Pesan saja kopi yg kamu mau, siapa tahu, pada teguk terakhir; lukamu menemukan takdir", pelayan cafe itu menceramahiku

"Seperti apa kau tahu tentang rasa sakitku, apakah sebaik pengetahuanmu ttg rasa pahit kopiku", kataku, sambil memainkan gadgetku

"Minum saja kopimu, jgn habiskan waktu dgn tanya padaku. Rasa pahit, dan juga sakit, punya deadline sendiri", katanya, malu-malu

"Terima kasih, Mbak, telah memberi rasa pahit pd kopiku. Minta nmr telponmu, nanti kutelpon kalau sdh bisa melupakan sakitku", pintaku

"Tak perlu menghubungiku, sebab saat kau telah melupakan rasa sakitmu, aku tak lagi menjadi pelayan di cafe ini", jawabnya, ragu

Kutinggalkan cafe itu pelan-pelan. Sebuah pesan pada bon yg aku bayarkan: "selain kopi, tak ada lagi kekasih yg tak menyakiti"


taken from @Bemz_Q